This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 30 September 2019

Kesaktian dalam Mempelajari Ilmu Tapak Sirih Budaya Asli Pencak Silat PSHT

Pencak silat, seni bela diri asli Indonesia yang sudah mendunia. Sudah tidak diragukan lagi kehebatannya. Bukan hanya sebagai olahraga dan bela diri, tetapi juga sebagai seni dan warisan budaya Indonesia yang harus terus dilestarikan.

Pencak silat memiliki banyak aliran yang dengan itu menunjukkan kekayaan budaya masyarakat di Indonesia. Salah satu aliran silat terbesar di Indonesia adalah Persaudaraan Setia Hati Terate atau biasa disingkat PSHT. Salah satu perguruan silat yang paling diungguli di Indonesia karena rasa persaudaraannya dan lengkapnya ilmu yang dipelajari. Untuk lebih mengenal PSHT, Dion Adhi Sahputra selaku Wakil Ketua PSHT Ranting INKOPAD yang sudah lama menjadi pelatih di PSHT ini akan membeberkan beberapa fakta unik dari PSHT yang mungkin belum banyak orang ketahui.

Kamis, 26 September 2019

Sejarah Topeng Dongkrek, Kesenian Asli Madiun

Madiun sering disebut sebagai Kota Gadis yang mempunyai beragam kisah mistis yang patut untuk dirilis sesi demi sesinya


Sejarah Kesenian Topeng Dongkrek diperkirakan dimulai pada kisaran tahun 1900 an dan dipercaya pertama kali diciptakan oleh R. Bei Lo Prawirodipuro yang pada kisaran tahun tersebut menjabat sebagai Palang (Jabatan yang membawahi 4-5 Kepala Desa) di Mejayan.

Diceritakan bahwa Daerah Menjayan terkena wabah penyakit (Pageblug). Ketika siang sakit, sore hari meninggal, atau pagi sakit malam harinya meninggal dunia. Sebagai seorang pemimpin, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro merenung untuk mencari metode yang tepat untuk penyelesaian atas wabah penyakit yang menimpa rakyatnya. Setelah melakukan renungan, meditasi, dan bertapa di gunung kidul Caruban, dia mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir bala tersebut.

Dalam cerita tersebut, wangsit menggambarkan para punggawa kerajaan roh halus atau pasukan gendruwo menyerang penduduk Caruban dapat diusir dengan menggiring mereka keluar dari wilayah Caruban. Maka dibuatlah semacam kesenian yang melukiskan fragmentasi pengusiran roh halus yang membawa pagebluk tersebut.

Pada awal perkembangannya, Seni Dongkrek hidup dan berkembang dengan begitu pesat dan menjadi Kesenian Rakyat paling populer di masa itu, namun masa kejayaannya tidaklah berlangsung lama, berangsur tapi pasti Dongkrek surut dan tak lagi diminati, sebab kemundurannya pun tidak jelas, mungkin karena sifatnya yang statis yang menimbulkan kejenuhan peminatnya atau masuknya beberapa kesenian lain terutama dari Jawa Tengah yang hingga saat ini pun masih sangat diminati oleh Masyarakat Caruban.


Selain Perkiraan tersebut, adapula kemungkinan yang mengatakan bahwa susutnya minat terhadap Seni Dongkrek masih ada hubungannya dengan meninggalnya sang pencipta yang memang semasa hidupnya terkenal sebagai orang sakti dan mempunyai kewibawaan yang besar. Jadi surutnya Dongkrek karena ditinggalkan oleh pencipta dan mungkin sekaligus sebagai satu-satunya pembina yang tangguh, ampuh dan berwibawa.

Sementara itu menurut Jaecken (2011:3), Kesenian ini mengalami masa kejayaan pada rentang tahun 1867-1902 dan setelah itu, perkembangannya mengalami pasang surut seiring pergantian kondisi politik di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, dongkrek sempat dilarang oleh pemerintahan Belanda untuk dipertontonkan dan dijadikan pertunjukan rakyat. Hal ini dikarenakan mereka kawatir apabila dongkrek terus berkembang, bisa digunakan sebagai media penggalang kekuatan untuk melawan pemerintahan Belanda. Saat masa kejayaan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, kesenian ini dikesankan sebagai kesenian “genjergenjer” yang dikembangkan PKI untuk memperdaya masyarakat umum. Sehingga kesenian dongkrek mengalami masa pasang surut akibat imbas politik. Tahun 1973, dongkrek digali dan kembali dikembangkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupeten Madiun bersama Propinsi Jawa Timur (Jaecken, 2011: 3).

Pada masa penjajahan Belanda, dongkrek sempat dilarang pemerintahan kolonial untuk dipertontonkan sebagai pertunjukan rakyat, karena mereka khawatir apabila Dongkrek terus berkembang, bisa digunakan sebagai media penggalang kekuatan melawan pemerintahan Belanda.
Nusantara.news, Surabaya– Malam sebelum 18 September 1948, suasana Madiun yang biasanya tenteram drastis menjadi mencekam. Keesokan hari, saat matahari belum sampai puncaknya, bergema pidato bergelora Soemarsono, Ketua Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia. “Madiun sudah bangkit, Revolusi sudah dikobarkan, Kaum buruh sudah melucuti polisi dan tentara Republik, Pemerintahan buruh dan tani yang baru sudah dibentuk”. Saat itu Madiun hampir menjadi negara.


Madiun, kawasan yang dulunya hampir jadi negara jadi saksi bisu kudeta Partai Komunis Indonesia (PKI) kepada pemerintah Republik Indonesia. Rentetan sejarah panjang kawasan yang masuk dalam tlatah Mataraman tersebut punyai beragam tradisi dan budaya. Salah satunya dalam bidang kesenian yakni kesenian Dongkrek.

Adalah Raden Raden Ngabehi Lho Prawirodipuro seorang Demang (jabatan setingkat kepala desa) di Mejayan, Madiun sebagai pelopor lahirnya Kesenian ini. Dongkrek lahir akibat dari penderitaan rakyat Mejayan kala itu yang sedang mengalami krisis pangan dan wabah penyakit. Sebagai seorang yang diberikan amanah memimpin di tingkat desa ia berikhtiar melalui meditasi di gunung kidul Caruban.

“Sebagai seorang pemimpin, Raden Ngabehi Lho Prawirodipuro merenung untuk mencari metode yang tepat untuk penyelesaian atas wabah penyakit yang menimpa rakyatnya. Setelah melakukan renungan, meditasi, dan bertapa di gunung kidul Caruban, dia mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir bala tersebut,” kata Jaecken MP dalam Seni Dongkrek Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun Tahun 1965 – 1981.

Sakral dan mistis menyelimuti seni dongkrek. Topeng mbah Palang (orang tua), topeng putri (Roro Ayu), topeng gendruwo (Butho), serta alunan musik bedug, korek, kentongan, kenong, gong besi, gong kempul, kendang dan kempul jadi komponen penting dalam seni dongkrek. Alat musik yang beraneka ragam menjadi simbol kebinekaan antara islam, cina dan jawa.

“Dung….”suara beduk menggelegar. “krek….”suara geseran dari kayu bujur sangkar dengan tangkai kayu bergerigi menjadi suara utama seni ini. Hal itu pula menjadi asal muasal nama dongkrek disematkan pada kesenian khas Madiun.

Perpaduan harmonis antara tari dan musik menjadi mutlak dalam kesenian ini. Karena setiap awal dan akhir gerak tari dalam kesenian Dongkrek diberikan tanda pukulan irama kendang. Pemain kendang harus dapat menyesuaikan posisi penari. Pun sebaliknya untuk penari harus memperhatikan tanda dan irama yang diberikan pemain kendang.

“Bade nyigeg tari ngih ater-ater kendang bade ganti gerak tari niku ngih ater-ater kendhang. Nek musike tetep mas ”, (untuk nyigeg tari dipakai tanda irama kendang, akan ganti gerakan juga ada tanda dari irama kendang),” terang Walgito, pria baruh baya yang tinggal di tanah kelahiran kesenian Dongkrek.


Iringan tempo kendang juga menunjukkan perbedaan peran dari tokoh yang akan tampil. Misalkan ketika tokoh dengan topeng tua memasuki panggung. Maka tempo dari suara kendang akan terdengar sedikit pelan. Berbeda ketika topeng gendruwo atau butho memasuki panggung. Tempo hentakan dari suara kendang akan sedikit lebih cepat, seolah menunjukkan sifat pongah dan semena-mena.

“Musik mbah Palang itu santai. Karena musiknya mbah Palang kan dia sudah tua paribasan wong tuek ungkangungkuk dijengkakne ambruk jadi itu musik temponya ga terlalu cepat. Lain dengan buto itu keras, karena kemlinti kemethak iki lho aku menangan kasarane gitu. Jadi musiknya itu keras. kalo untuk Roro Ayu itu agak santai karena dia itu alus kalo joget lain kalo untuk Roro Tumpi, karena itu sing momong njel-njelan seperti itu. Itu dipisah masing-masing mas ” terang Suwadi warga desa Sumbesoko, Madiun.


Pasang surut, manis, getir sudah dialami oleh seni dongkrek. Pada masa penjajahan Belanda, dongkrek sempat dilarang oleh pemerintahan kolonial untuk dipertontonkan sebagai pertunjukan rakyat. Hal ini dikarenakan mereka khawatir apabila Dongkrek terus berkembang, bisa digunakan sebagai media penggalang kekuatan untuk melawan pemerintahan Belanda.

“Saat masa kejayaan PKI di Madiun, kesenian ini dikesankan sebagai kesenian “genjer-genjer” yang dikembangkan PKI untuk memperdaya masyarakat umum. Sehingga kesenian dongkrek mengalami masa pasang surut akibat imbas politik. Tahun 1973, Dongkrek digali dan kembali dikembangkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupeten Madiun bersama Propinsi Jawa Timur, “ terang Jaecken penulis Seni Dongkrek Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun Tahun 1965 – 1981.

Dongkrek Kesenian syarat nilai

Tidak dipungkiri kesenian Dongkrek dilihat dari latar belakang terciptanya syarat akan nilai dan budi luhur. Mulai dari nilai spiritual, kepemimpinan, kepahlawanan, moral dan simbolik. Banyak pesan yang disampaikan secara implisit dalam kesatuan alur cerita utuh.

“Nafsu aluamah disimbolkan dengan warna hitam, nafsu ini menggambarkan dalam diri manusia terdapat sifat kejam. Nafsu amarah disimbolkan dengan warna merah dan memiliki arti bahwa dalam diri manusia terdapat sifat sombong, pemarah, dan tidak mau dilampaui orang lain,” jelas Hening Qodam Sejari dalam penelitiannya tentang kesenian dongkrek.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa warna kuning dalam kesenian Dongkrek disimbolkan sebagai nafsu supiah. Artinya dalam diri manusia terdapat sifat mengagungkan keindahan dan kemegahan duniawi. Nafsu mutmainah dilambangkan dengan warna putih memiliki makna bahwa dalam diri manusia terdapat sifat kebajikan dan merujuk manusia melakukan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.


“Unsur cerita dan tokoh kesenian Dongkrek terdapat makna yang lebih mendalam. Sosok buto dalam kesenian Dongkrek meskipun Buto atau Genderuwo memiliki sifat yang jahat, brangasan dan berasal dari golongan dedemit bisa diajak bersatu untuk berbuat kebaikan. Tuntunan ini menjadi pelajaran bahwa seburuk apapun manusia pasti terdapat kebaikan dalam dirinya. Pesan-pesan inilah yang selalu dibawa dalam kesenian Dongkrek dan terus menerus disampaikan secara berkesinambungan secara turun temurun,” imbuhnya.

Pesan sura dira jaya ningrat, ngasta tekad darmastuti (setiap kejahatan pada akhirnya akan kalah juga dengan kebaikan dan kebenaran) tampak jelas dalam kesenian Dongkrek. Bagaimana keberanian Raden Ngabehi Lho Prawirodipuro dalam hal ini disimbolkan oleh eyang palang menumpas masa paceklik dengan mengalahkan Buto.

Pada akhirnya kesenian Dongkrek memberikan gambaran seharusnya seorang pemimpin. Ketika susah atau keadaan paceklik bukan meninggalkan rakyat tapi bagaimana berjuang bersama rakyat dalam menghadapi kesusahan. Tidak sekedar memikirkan solusi jangka pendek tapi harus jangka panjang dan visioner. Baik persoalan sepele tentang garam, beras maupun hutang yang nantinya akan jadi penderitaan seluruh rakyat. Pemimpin harus berikhtiar dan berpikir seimbang dalam mengambil setiap keputusan.


Selasa, 17 September 2019

Pesan di balik Kesenian Reog Ponorogo


Pesan Sakral di Balik Reog Ponorogo



Kesenian rakyat ini telah tercatat dalam prasasti Kerajaan Kanjuruhan (kini Malang, Jawa Timur) bertarih 760 Masehi saat Gajayana berkuasa. Lalu terekam juga dalam salah satu prasasti Kerajaan Kediri dan Jenggala tahun 1045 Masehi.

Sebagai layaknya sebuah pertunjukan, reog Ponorogo dapat dinilai aspek-aspek keindahannya. Penilaian tersebut dapat dikulik lewat kesatuan dan harmoni antara musik dan tari. Dapat pula ditinjau dari aspek kontras peran para tokohnya.

Selain itu juga dapat dilihat dari aspek keterpaduan dan keseimbangan antar bagian tarian pembuka, tarian inti dan adegan singo barong.



Atraksi singo barong menampilkan kekuatan dan kelincahan pemain bertopeng raksasa. Topeng yang didesain untuk dibawa dengan cara digigit itu berbentuk kepala singa bermahkota bulu burung merak yang beratnya luar biasa, sekitar 50 hingga 60 kilogram.

Minggu, 15 September 2019

Risalah Do'a Telaga Ngebel

Latar Belakang Larung Risalah Do’a

Larungan ini sudah ada sejak dulu, tidak ada yang tau pasti kapan
dimulainya, namun larungan yang dulu dilakukan tidak diadakan secara besar –
besaran dan bersama – sama separti sekarang ini. Dulu hanya dilakukan oleh
para masyarakat sekitar, yang dilakukan secara individu, atau tingkat sampai satu
RT. Larungan yang dulu acaranya tidak padat seperti saat ini, dulu hanya dilarung
dari pinggir saja, tidak dibawa ketengah – tengah telaga. (Wawancara dengan
Bapak Totok 18 juni 2009)

Pada tahun 1990 dan tahun – tahun sebelumnya Telaga Ngebel sangat
angker, sering meminta korban Jiwa. Korban jiwa tersebut tidak hanya dari orang

Sabtu, 14 September 2019

Misteri dibalik Lagu Lingsir Wengi

Anda pasti tidak asing dengan lagu lingsir wengi. Lagu ini sering terdengar di film-film hantu indonesia. Setiap terdengar lagu ini, pasti akan muncul hantu yang menyeramkan. Apakah benar lagu dengan lirik jawa ini mengandung unsur mistis. Banyak mitos yang mengatakan bila kita menyanyikan kagu ini bisa memanggil kuntilanak datang. Supaya tidak penasaran mari kita bahas tentang cerita misteri di balik lagu lingsir wengi.

Siapa sebenarnya pecipta lagu lingsir wengi? Banyak yang berpendapat kalau lagu ini diciptakan oleh sunan kalijaga. Lagu ini dibuat untuk mencegah gangguan makhluk ghaib atau menolak bala di malam hari. dulu lagu ini sering digunakan untuk pengiring tidur anak-anak dan kini dijadikan sebagai lagu yang penuh mistis. Sunan kalijaga menciptakan lagu ini untuk kesenian dan sebagai alat menyebar agama islam. Karena liriknya berisi doa-doa untuk menangkal makhluk halus.

Lalu kenapa lagu lingsir wengi terdengar menyeramkan dan mistis. Saat membuat lagu ini sunan kalijaga menggunakan gending jawa. Beliau memilih pakem durma, sehingga membuat lagu ini terlihat suram, sangar, keras dan mengerikan. Apalagi lagu ini dinyanyikan dengan tempo pelan, lembut dan menyayat hati. Sehingga lagunya terdengar lebih menyeramkan.

Untuk Memanggil Kuntilanak

Karena sering muncul di film horor kuntilanak, banyak orang yang percaya bahwa lagu ini digunakan untuk memanggil kuntilanak. Ketika kita menyanyikan lagu ini, akan ada makhluk halus atau kuntilanak yang muncul. Apalagi dinyanyikan di tempat yang horor, gela dan mistis. Lagu ini seperti memiliki kekuatan magis yang begitu besar dan menyeramkan.

Cerita misteri di balik lagu lengsir wingi memang tidak diketahui dengan pasti. Ada yang bilang untuk menolak bala, memanggil kuntilanak, mencegah gangguan makhluk halus dan masih banyak lainya. Semua cerita tersebut memang menjadi misteri. Karena lagu ini sudah dikenal di masyarakat indonesia sejak  zaman dulu. Dinyanyikan oleh banyak orang secara turun temurun.

Hampir semua film horor pasti menyanyikan lagu ini. apalagi yang berhubungan dengan kuntilanak. ketika menyanyikan lagu lingsir wengi akan muncul hantu yang menyeramkan. Pada saat mendengar lagu lengsir wingi, bulu kuduk pasti langsung merinding. Apalagi mendengar lagu versi asli yang dinyanyikan oleh sinden jawa dengan suara yang lembut dan mendayu-dayu. Ditambah dengan suara gending jawa yang begitu kental. Membuat bulu kudu langsung berdiri dan merasakan suasana yang menyeramkan.

Entah itu menyeramkan atau tidak, lagu lingsir wingi menjadi salah satu warisan budaya indonesia. Walaupun memiliki cerita yang menyeramkan, kita tidak boleh melupakannya. Karena sampai saat ini masih banyak sinden jawa yang menyanyikannya. Lalu apakah anda berani untuk menyanyikan  atau mendengarkan lagu lingsir wengi sendiri di rumah? Mungkin anda akan merasakan pengalaman yang tidak terduga dan tidak terlupakan.

Kisah Nyata Lagu Lingsir Wengi

Lagu lingsir ini pernah populer pada jamannya. Memang orang jaman dulu suka dengan lirik lagu ciptaan Sunan Kalijaga karena selain enak untuk didengar namun juga bermakna baik. Jika kalian masih memiliki orang tua pasti mereka tidak lupa dengan keberadaan lagu ini.

Lagu lingsir wengi merupakan lagu yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Lahir sekitar tahun 1450 SM dengan nama kecil Raden Said. Sunan Kalijaga salah satu wali yang menyebarkan ajaran Islam dengan media budaya jawa. Seperti wayang kulit, seni ukir, gamelan, dan yang lain.

Durmo lingsir wengi merupakan arti lagu penolak mahluk halus, namun beberapa dari mereka salah mengartikan menjadi pengundang mahkluk halus. Lagu lingsir wengi diciptakan sebagai penolak bala godaan mahluk halus.

Sebelum kita berpikiran negatif, mari kita perhatikan lirik lagu yang diciptakan oleh sunan kalijaga ini beserta artinya dibawah ini :

Lirik Lagu Lingsir wengi Beserta Artinya

Lingsir Wengi
Lingsir wengi
Sepi durung biso nendro
Kagodho mring wewayang
Kang ngreridhu ati
Kawitane
Mung sembrono njur kulino
Ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno
Nanging duh tibane aku dewe kang nemahi
Nandang bronto
Kadung loro
Sambat-sambat sopo
Rino wengi
Sing tak puji ojo lali
Janjine mugo biso tak ugemi

Arti dalam bahasa Indonesia

Menjelang Tengah Malam
saat menjelang tengah malam
sepi tidak bisa tidur
tergoda bayanganmu
di dalam hatiku
permulaanya
hanya bercanda kemudian terjadi
tidak mengira akan jadi cinta
kalau sudah saatnya akan terjadi pada diriku
menderita sakit cinta(jatuh cinta)
aku harus mengeluh kepada siapa
siang dan malam
yang saya cinta jangan lupakan ku
janjinya kuharap tak diingkari

Sedangkan durmo lingsir wengi yang dinyanyikan di film kuntilanak

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
Ojo Tangi nggonmu guling
awas jo ngetoro
aku lagi bang wingo wingo
jin setan kang tak utusi
jin setan kang tak utusi
dadyo sebarang
Wojo lelayu sebet


Bisa kita artikan dalam bahasa Indonesia


Menjelang malam, dirimu (bayangmu) mulai sirna
Jangan terbangun dari tidurmu
Awas, jangan terlihat (memperlihatkan diri)
Aku sedang gelisah,
Jin setan ku perintahkan
Jadilah apapun juga,
Namun jangan membawa maut

Liriknya pun terlihat menyeramkan, seolah-olah penyanyi sendang mencoba memanggil makhluk halus  namun jangan membawa maut. Kita memang tidak pernah tahu alasan pasti membuat lagu lingsir wengi yang menyeramkan ini,

Arti Lingsir Wengi Sebenarnya

Jika kita amati dari lirik lagu diatas memang sangatlah berbeda dengan asal usul lirik lagu ciptaan Sunan Kalijaga. Mereka sedikit merubahnya menjadi nuansa horor yang membuat orang takut apabila dengar lagu tersebut.

Padahal jika kita teliti lebih dalam arti dari lagu aslinya memiliki makna yang baik. Arti lagu lingsir wengi ini adalah untuk mengingatkan kita pada Tuhan sang pencipta alam. Awal lagu tersebut menceritakan jika kita terbangun pada malam hari dan tidak bisa tidur kembali. Maka ingatlah (beribadahlah) pada Tuhan. pada lagu tersebut juga memiliki makna untuk selalu cinta kepada Tuhan. Berharap Tuhan tidak menghilangkan cinta kita kepada-Nya.

Sumber : tanahnusantara.com

Jumat, 13 September 2019

Ritual Sebelum Pementasan Reog

Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau, di mana setiap pulau memiliki suku bangsa yang berbeda-beda. Hal ini membuat Indonesia memiliki kebudayaan yang beraneka ragam. Keanekaragaman budaya ini salah satunya yaitu keanekaragaman seni tradisi. Secara umum, seni tradisi yang dimiliki kelompok etnik di Nusantara tidak dapat lepas dari konteks ritualitas dan sakralitas salah satunya yaitu seni tradisi Reog Ponorogo. Modernisasi adalah sebuah mesin waktu yang mampu mengubah pola perilaku manusia bahkan mampu memberikan efek Perubahan dalam budaya lokal yang ada. Tetapi kehadiran modernisasi tidak mampu mengubah konteks ritualitas dan sakralitas dalam seni tradisi Reog Ponorogo. Masyarakat masih melestarikan dan melaksanakan ritual sakral di era modernisasi sekarang ini karena mereka memiliki makna dan alasan tertentu.



Makna dari pelaksanaan ritual sebelum pementasan seni Reog tersebut
adalah sebagai suatu usaha masyarakat untuk menghindari halangan-halangan
yang bisa terjadi saat pementasan dengan memberikan sesaji sebagai rasa
pengakuan (ngajeni ) terhadap keberadaan roh yang dipercaya masyarakat sebagai
penunggu barongan. Sesaji-sesaji yang masyarakat persembahkan bukanlah untuk
meminta ataupun memuja roh-roh tersebut melainkan untuk upah agar mereka
tidak mengganggu manusia. Karena sudah digariskan bila jin dan setan itu
diciptakan Tuhan untuk mengganggu manusia.

Era modernisasi yang serba canggih seperti sekarang ini tidak membuat
masyarakat Desa menjadi modern. Hal tersebut diakibatkan karena di Desa,
masyarakatnya masih cenderung tradisional dan mempertahankan adat-adat serta
budayalokalnya. Masyarakat Desa seperti masyarakat Desa Wagir Lor
,Kecamatan Ngebel, Ponorogo merupakan salah satu bukti bahwa mereka masih
mempertahankan budaya lokal mereka yaitu budaya lokal seni Reog Ponorogo
yang sarat akan nuansa magis dan mistis seperti ritual sesaji sebelum pementasan
seni Reog berlangsung.

Hal tersebut sebagai wujud pembuktianbahwa mereka
mampu dalam melawan arus modernisasi sekarang ini. Tentu ada alasan mengapa
masyarakat Desa Wagir Lor tetap melaksanakan ritual sebelum pementasan di era
modernisasi sekarang ini, alasannyayaitu karena mereka masih percaya kepada
cerita atau mitos yang beredar.

Kepercayaan mereka yaitu menganggap ada roh
penunggu barongan yang harus di akui keberadaannya.Karena manusia hidup di
dunia ini disadari atau tidak mereka selalu berdampingan dengan alam gaib. Dan
sudah digariskan oleh yang kuasa bahwa roh gaib jin dan setan itu ditakdirkan
untuk mengganggu manusia di dunia.

Mereka percaya bahwa dengan ritual
memberikan sesaji sebelum pementasan Reog dapat menghindarkan mereka dari
hal-hal yang tidak diinginkan saat pementasan yang berasal dari gangguangangguan makhluk halus.Ada alasan lainnya yang menyebabkan masyarakat Desa
Wagir Lor melaksanakan ritual tersebut yaitu karena mereka masih ingin
mempertahankan adat istiadat yang sudah sejak dulu dilakukan oleh para leluhur
mereka sebagai bentuk budaya. Pola perilaku mereka juga bergerak sesuai dengan
apa yang mereka yakini sebagai suatu kebenaran yang hakiki.



Pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di
era modernisasi sekarang ini, membuat kesenian daerah menjadi tidak murni dan
mengalami perubahan. IPTEK juga sangat berpotensi untuk menggerus nilai-nilai
sosial yang ada di kesenian tersebut. Sebagai contoh kesenian Reog yang hingga
kini terus dilestarikan tidak menutup kemungkinan kesenian tersebut tidak
mengalami perubahan. Nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat bukan tidak
mungkin terkikis karena perubahan zaman dan pola fikir yang semakin positif di
era teknologi modern saat ini.

Perubahan tersebut bisa saja terjadi karena
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju dan tingkat
pendidikan yang tinggi di era modernisasi sekarang ini. Perkembangan tersebut
membuat masyarakat menjadi berpikir lebih maju dan kritis. Perubahan yang
terjadi di seni Reog Ponorogo di era modernisasi sekarang ini yaitu perubahan
peran tokoh dalam kesenian tersebut. Dalam tradisi Reog zaman dulu tokohwarok
adalah seorang yang sakti mandraguna, kebal senjata tajam dan sangat disegani.

Berbeda dengan warok di zaman sekarang yang hanya mengutamakan estetika
bernari tanpa memiliki kekuatan dan kesaktian seperti di zaman dulu.Laku warok
yang harus “anti” dengan lawan jenis dirasa sangat berat di zaman sekarang.

Perkembangan IPTEK yang serba canggih bisa jadi penyebab utama generasi
sekarang tidak mau lagi meneruskan apa yang menjadi sejatinya seorang warok
dan mereka merupakan generasi yang maju dan kritis dimana mereka lebih
mengutamakan akal dan logika dalam hidup. Dulu warok merupakan orang yang
sakti dan memiliki pantangan bergaul dengan lawan jenis, bila hal itu dilanggar
akan menghilangkan kesaktian mereka.

Oleh karena itu, warok zaman dulu
memelihara seorang gemblak yaitu remaja laki-laki muda dan tampan yang
berperan sebagai penari saat pementasan Reog berlangsung. Di zaman sekarang
istilah gemblak tersebut sudah tidak ada karena dirasa telah menyalahi norma
yang ada di masyarakat.

Perkembangan pendidikan membuat masyarakat lebih
berpikir rasional dan berusaha meninggalkan adat yang dirasa salah dan tidak
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Peran gemblak sebagai penari
saat pementasan sekarang digantikan oleh remaja putri atau yang dikenal sebagai
jathil sekarang ini memberikan nilai positif bagi perkembangan Reog. Gerakan
tari-tarian yang dibawakan saat pementasan menjadi lebih beragam dan menarik.
Hal ini tidak bisa lepas dari pengaruh modernisasi.Dimana pengetahuan ilmu dan
teknologi semakin berkembang dan modern. Sehingga agar budaya ini tidak
monoton dan tradisionil, mereka berupaya mengubahnya untuk mengikuti arus
perkembangan zaman

Rabu, 11 September 2019

Tari Jaranan khas Jawa Timur punya cerita mistik tersendiri

JARANAN TIDAK HANYA SEBATAS PENARI 

Jaranan dikenal sebagai seni rakyat yang digemari oleh masyarakat di Kediri. Para prajurit mempertunjukkan karakter keberanian lelaki mereka melalui gerak-gerik yang gagah. Kuda Lumping/Jaranan/Kuda Kepang adalah seni tari yang dimainkan dengan menaiki kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang). Para prajurit biasanya diiringi dengan musik khusus yang sederhana yaitu dengan gong, kenong, kendang dan slompret (alat musik tradisional). Kesenian Jaranan begitu sederhana akan tetapi memiliki daya tarik yang kuat.

Dahulu rakyat menggunakan panggung rakyat sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap penguasa. Bentuk kesenian Kuda Kepang merupakan cara rakyat menyindir para penguasa. Kuda merupakan simbol kekuatan dan kekuasaan elit bangsawan dan prajurit kerajaan yang di saat itu tidak dimiliki rakyat. Tarian Kuda Lumping dipentaskan tanpa mengikuti pakem seni tari yang berkembang di lingkungan kerajaan. Jelas bahwa seni tari Jaranan adalah bentuk perlawanan terhadap kemapanan kerajaan. Dikarenakan seni Kuda Lumping sangat digemari oleh semua kalangan masyarakat maka selain sebagai media perlawanan, Tarian Jaranan digunakan sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama Islam, sama halnya melalui kesenian Wayang Kulit.



Asal usulnya Jaran Kepang terkandung dalam cerita rakyat asli Kediri saat pemerintahan Prabu Amiseno dibawah Kerajaan Ngurawan (salah satu kerajaan yang terletak di Kediri sebelah timur

Senin, 09 September 2019

Tradisi Kebo-keboan Unik dari Ujung Timur Pulau Jawa

Masyarakat suku Osing Banyuwangi mempunyai tradisi unik dalam rangkaian selamatan desa sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah sekaligus sebagai upacara bersih desa agar seluruh warga diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya. Ritual yang rutin digelar setiap tahun sekali, tepatnya bulan Muharam atau Suro pada penanggalan Jawa, yang jatuh pada hari minggu antara tanggal 1 sampai 10 suro ini, dikenal warga setempat dengan Ritual Kebo-keboan. Konon tradisi ini sudah berlangsung sejak abad 18. Warga setempat meyakini, jika tidak dilakukan akan muncul musibah di desa mereka.

Kebo-keboan adalah bahasa daerah yang berarti kerbau jadi-jadian. Kerbau dipilih menjadi simbol karena merupakan hewan yang diakui sebagai mitra petani di sawah. Kerbau juga merupakan tumpuan mata pencaharian masyarakat desa yang mayoritas sebagai petani.
Tradisi Kebo-keboan Banyuwangi

Dalam ritual Kebo-keboan, peserta yang bertubuh tambun berdandan layaknya kerbau (kebo) lengkap dengan tanduk buatan dan lonceng di lehernya serta melumuri tubuhnya dengan cairan hitam yang terbuat dari oli dan arang. Mereka juga menarik bajak mengeliling sepanjang jalan desa dengan di iringi dengan musik khas Banyuwangi, sebagai ritual sakral untuk meminta berkah keselamatan dan wujud bersih desa.

Jumat, 06 September 2019

Kisah Dibalik Tari Gambyong


Tari gambyong merupakan tari tradisional yang berasal dari Kota Surakarta, Jawa Tengah. Dahulu kala tarian ini cuma sebuah tarian rakyat atau tarian jalanan. Tapi semenjak disukai oleh para wisatawan dan warga Surakarta, tarian ini menjadi aset negara.

Tari Penyambut Tamu


Gambyong adalah tarian tradisional khas Jawa Tengah yang sudah ada sejak dahulu. Konon, Gambyong adalah nama seorang penari cantik jelita yang hidup pada zaman Kesunanan Surakarta sekitar tahun 1800-an. Paras cantiknya membuat sang penari dikenal hingga ke lingkungan kesunanan. Dan atas permintaan Sinuhun Paku Buwono VI, yang saat ini memerintah, Gambyong mengadakan pementasan di lingkungan Kesunanan Surakarta.

Tari gambyong merupakan tarian hasil kreasi baru dari perkembangan tari tayub. Tarian ini biasannya ditampilkan pada saat upacara panen dan hendak akan menanam padi. Tarian ini dipercayai oleh masyarakat untuk memanggil Dewi Sri atau Dewi Padi, supaya dia memberikan berkah kepada sawah mereka dengan hasil panen yang melimpah ruah.

Musik Tradisional sebagai Jati Diri

IN OUR COUNTRY

Dikotomi musik tradisional dan modern tidak selalu hitam putih. Musik semakin berwarna. Dua alirannya yang sebelumnya ibarat bumi dan langit. Kini menjadi senyawa yang baru, yang berhasil “mencuri” perhatian masyarakat, khususnya kawula muda. Apalagi kalau bukan, musik tradisional yang dikemas secara modern.